Pentas yang Membakar Persahabatan

  Pentas yang Membakar Persahabatan




---

BAB 1 – DUA SAHABAT DAN SATU NASKAH

Cinta dan Sella duduk berdampingan di bangku taman belakang sekolah, masing-masing memegang naskah drama berjudul “Langit yang Retak”. Keduanya sudah bersahabat sejak kelas 1 SMP dan kini sama-sama di kelas 11. Mereka punya mimpi yang sama: tampil sebagai pemeran utama di pentas tahunan SMA Gracia.

“Kita janji, ya,” kata Sella sambil menyentuh jari kelingking Cinta.
“Kalau aku dapet peran utama, kamu jadi pengarah panggung.”
“Dan kalau aku yang dapet, kamu jadi penulis kostum,” balas Cinta.

Mereka tertawa. Tidak ada rasa iri. Tidak ada dendam. Tidak ada Gio.

Belum.


---

BAB 2 – GIO, PEMAIN TAMBAHAN YANG MENGEJUTKAN

Gio adalah siswa pindahan dari Jakarta. Ia tidak suka keramaian, jarang bicara, tapi entah kenapa wajahnya selalu menarik perhatian. Ketika audisi pemeran utama pria dibuka, Gio datang... dan memukau semua orang.

Ia membaca dialog dengan tatapan yang membuat jantung semua gadis berhenti berdetak sejenak.

Termasuk Cinta.

Termasuk Sella.

Dan saat hasil audisi keluar, nama-nama yang terpilih adalah:

Gio – sebagai Arya (tokoh utama pria)

Cinta – sebagai Nayla (tokoh utama wanita)

Sella – sebagai Lira (tokoh antagonis)


Sella tersenyum pahit. Tapi ia tetap bertepuk tangan paling keras untuk sahabatnya.


---

BAB 3 – LATIHAN YANG MEMBUAT JARAK

Awalnya, semuanya baik-baik saja. Cinta mengajak Sella pulang bareng, cerita soal latihan. Tapi Sella mulai diam. Ia sering memilih pulang duluan.

Cinta juga mulai sulit dihubungi. Ia sibuk latihan adegan bersama Gio—termasuk adegan pelukan dan tatapan mata intens.

Suatu sore, saat Sella masuk ke ruang latihan lebih awal, ia melihat Cinta dan Gio tertawa berdua, begitu dekat. Terlalu dekat.

Dan saat mereka sadar Sella ada di sana, suasana berubah kaku.


---

BAB 4 – NASKAH YANG DITULIS ULANG

Tiba-tiba, bagian naskah berubah. Karakter Lira, yang diperankan Sella, diperpendek. Banyak dialog pentingnya dihapus. Saat Sella tanya pada guru pembimbing, ia hanya menjawab, “Permintaan dari penulis naskah.”

Yang tidak diketahui Sella adalah:
Cinta kini juga terlibat sebagai asisten penulis.


---

BAB 5 – KEHILANGAN KENDALI

Hari-hari menjelang pementasan semakin panas.

Sella bersikap dingin. Cinta mencoba bicara, tapi ditolak.

Hingga suatu hari, foto Cinta dan Gio tersebar di akun gosip sekolah: mereka berdua terlihat berpelukan di belakang aula.

Cinta tidak tahu siapa yang menyebarkan foto itu. Tapi semua mulai berbisik. Tentang “si pemeran utama” yang merebut peran... dan cowok.

Dan Cinta tahu: hanya satu orang yang mungkin punya motif.


---

BAB 6 – KONFRONTASI DI BALIK PANGGUNG

H-1 sebelum pentas. Cinta dan Sella bertemu di ruang rias. Tak ada yang lain di sana. Suara-suara panggung terdengar samar.

“Kenapa kamu berubah?” tanya Sella dengan suara gemetar.

“Kamu yang berubah,” balas Cinta. “Kamu iri.”

“Iya! Aku iri. Karena kamu dapetin semuanya. Tapi kamu juga lupa, Cin... kamu dapet peran itu karena aku yang mundur di babak final.”

Cinta terdiam.

“Aku yang suruh juri pilih kamu. Karena aku pikir persahabatan kita lebih penting dari peran.”

Air mata Sella jatuh.

Dan kali ini, Cinta tak bisa berkata apa-apa.


---

BAB 7 – MALAM PEMENTASAN

Lampu panggung menyala.

Semua penonton hadir. Kepala sekolah. Orang tua. Teman-teman.

Gio dan Cinta naik panggung. Peran mereka sempurna.

Tapi saat giliran Sella masuk sebagai Lira—dia tidak datang.

Musik terus berjalan. Cinta bingung. Gio menatapnya penuh tanya.

Akhirnya, guru pembimbing muncul dari balik tirai dan berbisik:

“Sella... mengundurkan diri. Barusan mengirim pesan.”


---

BAB 8 – PELUKAN DI AKHIR PENTAS

Pentas selesai. Cinta menangis di ruang ganti.

Piala pemeran terbaik diserahkan padanya. Tapi hatinya kosong.

Gio menghampiri.

“Kenapa kamu sedih?”

“Karena yang paling aku harap tepuk tangan untukku... malah memilih pergi.”


---

EPILOG – CATATAN UNTUK SAHABAT

Seminggu kemudian, Cinta datang ke rumah Sella. Membawa sebuah kotak.

Isinya: naskah asli pentas. Yang ditulis ulang.
Di halaman depan, tertulis:

> “Untuk Sella.
Sahabat yang seharusnya tetap jadi Nayla bersamaku.
Maaf karena aku lupa... panggung ini bukan milikku sendiri.”



Sella tersenyum kecil membaca catatan itu.
Dan akhirnya membalas pesan Cinta untuk pertama kalinya:

“Aku masih Lira. Tapi mulai besok, kita tulis panggung baru bareng lagi. Tanpa rebutan.”


---

Comments

Popular posts from this blog

Aku yang Terperangkap dalam 5 Versi Diriku Sendiri

Surat dari Diriku di Masa Depan

Taman yang Tak Pernah Ada dalam Denah Sekolah